Ambon, Tabaosmaluku com — Kecintaan terhadap budaya tidak boleh hanya menjadi simbol atau tren sesaat, tetapi harus tumbuh dari dalam diri setiap individu. Pesan ini mengemuka dalam diskusi budaya bertema “Kolaborasi Musik dan Tari: Merangkai Identitas Maluku di Tengah Arus Globalisasi” yang digelar di Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Ambon, Selasa (28/10/25).
Kegiatan ini menghadirkan tim seniman diaspora Maluku dari Belanda, yang dipimpin oleh Victor Yosef, bersama dua seniman muda diaspora, Sasa Lekatompessy dan Boya Wenno. Mereka hadir untuk berbagi pengalaman tentang bagaimana cinta budaya dapat diwujudkan melalui seni dan kolaborasi lintas negara.
Menurut Sasa Lekatompessy, esensi dari setiap bentuk kesenian—terutama tari—adalah ungkapan cinta terhadap akar budaya sendiri.
“Cinta budaya itu harus muncul dari diri sendiri, baru kemudian diekspresikan. Kalau kita hanya ikut tren tanpa memahami makna, maka budaya bisa kehilangan ruhnya,” ujar Sasa.
Ia menambahkan, di tengah maraknya gaya tari modern, generasi muda harus tetap berupaya menjaga nilai-nilai budaya lokal.
“Sekarang ini banyak dance modern, tapi tantangannya adalah bagaimana kita membuat budaya lokal tetap hidup di tengah perubahan zaman,” tuturnya.
Sementara itu, Victor Yosef menyoroti pentingnya peran media dalam menjaga citra positif kebudayaan. Ia mengingatkan agar media dimanfaatkan secara bijak untuk memperkuat narasi budaya yang menyejukkan.
“Media itu tergantung bagaimana kita menggunakannya. Kalau tidak hati-hati, pesan yang ingin disampaikan bisa berubah makna dan berdampak buruk. Karena itu, kita perlu menyejukkannya dengan nilai tradisi dan kebijaksanaan lokal,” kata Victor.
Diskusi ini menjadi bagian dari upaya memperkuat semangat generasi muda Maluku dalam melestarikan seni, tari, dan budaya tradisional di tengah derasnya arus globalisasi dan perkembangan media digital.(TM-01)
